Home INjeksi Wajib SWAB TEST Memasuki Kota Palu
INjeksi - October 8, 2020

Wajib SWAB TEST Memasuki Kota Palu

Oleh: Suprianus Kandolia, SH., Lawyer

Selamat pagi semua…

Kami sekeluarga mengalami kejadian yang luar biasa. Saat harus ke Palu karena ayah kami sakit keras, dan kemudian akhirnya meninggal dunia, pada Hari Senin 5 Oktober 2020, sekitar pukul dua waktu setempat.

Tiga hari sebelumnya, Jumat, disaat kondisi ayah kritis, kami berembuk harus segEra balik ke Palu.

Masalahnya, kami kesulitan mencari tempat Swab dengan biaya yang tidak terlalu mahal, mengingat anggota rombongan kami, sejumlah 8 orang, teridiri dari; anak, cucu dan cicit dari ayah kami.

Saya pun kontak seorang sahabat, menanyakan tempat Swab Test yang dia lakukan bersama keluarganya beberapa waktu sebelum saya.

Katanya, lokasinya di Klinik BIN Pusat, diwilayah Kalibata, Jakarta Selatan.

Melalui koneksi sahabat itu, kami berempat pun beranjak ke Klinik BIN pada Hari Sabtu pagi.

Disana, dengan pemeriksaan ketat kami melewati beberapa pos, hingga tiba di Klinik BIN denga mendapat kesempatan pertama, karena memang baru kami yang datang.

Setelah memberikan nama orang pemberi koneksi yang memfasilitasi Swab Test ini, petugas juga mencatat identitas kami.

Saya mendapat giliran pertama. Ditangani oleh seorang dokter atau mungkin perawat, yang memakai kostum Standar APD, yang tertutup rapat, layaknya seperti astronot.

Dengan sebuah alat seperti lidi berwarna putih, dimulailah proses awal untuk pengambilan cairan dikanan-kiri hidung. Caraya, kepala menengadah keatas.

Proses itu lumayan sakit.

Langkah berikutnya; mulut dibuka dengan cara menyebutkan huruf A.

Proses tersebut untuk mengambil cairan pada bagian dalam tenggorokan.

Hasil Swab Test baur diberikan 3 hari kemudian, yaitu Hair Senin. Rencananya pagi hari akan ke Klinik BIN untuk mengambilnya.

Sayangnya, pada Hari Senin subuh, kami mendapat kabar yang mengejutkan, ayah kami telah di panggil okeh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Andai tak ada Swab Test untuk memasuki kamoung halaman kami, Kota Palu, tentu saja pada Hari Jumat, kami sudah berada di Palu.

Setidaknya, selama 3 hari, sebelum ayah kaki meninggal, kami bisa menemaninya dimasa-masa kritis disampingnya.

Dan membisikkan doa doa indah dikupingnya, bahwa kami semua mengikhlaskan kepergiannya.

Tapi kenyataannya, Hari Senin pagi, 5 Oktober, saya masih bergegas ke Klinik BIN untuk mengambil hasil Swab Test, dengan perasaan harap-harap cemas.

Puji Syukur pada Tuhan, hasil SwabTest kami berempat, ternyata semuanya ‘Non Reaktif’ atau ‘clear’, tanpa masalah dan boleh digunakan untuk berangkat ke Palu.

Bayangkan jika hasilnya positif?

Kami pun mulai bergegas, memesan tiket penerbangan ke Palu. Hanya ada satu penerbangan, Garuda.

Selasa subuh, kami berangkat ke Bandara Cengkareng Terminal 3 Garuda. Verifikasi data dilakukan pada counter kesehatan. Secarik surat dicap dan ditanda tangani pihak departemen kesehatan.

Mulai muncul masalah baru.

Petugas bagian Check In Garuda, menyatakan bahwa berdasarkan surat edaran dari Pemerintah Kota Palu, bahwa Swab Test kami akan di permasalahkan di Kota Palu.

Kami coba diskusi dengan petugas ticketing Garuda yang bukan tenaga ahli medis, tapi berani mengambil kesimpulan, tanpa bisa menjelaskan secara medis, apa maksud dari peringatannya itu, bahwa hasil Swab Test kami akan ditolak saat tiba di Palu.

Barangkatlah kami ke Palu. Pukul 6 pagi, pesawat landing di Bandara Mutiara Sis Aljufri Palu.

Kami penumpang terakhir yang turun karena membawa 2 Balita. Kami ikut antrian untuk pemeriksaan dokumen.

Kami mendengar, ada 3 orang penumpang lain diminta menunggu dan tidak boleh keluar bandara.

Dan benar kata oetugas di Banda Cengkareng, kami sekeluarga diharuskan “Swab Test Kembali” di Prodia, dengan biaya sendiri.

Saya “ngotot’. Swab Test kembali ini maksudnya apa?

Petugas medis mengatakan bahwa ini “Swab Antigen” bukan Swab PCR.

Adakah yang tahu perbedaan kedua jenis test tersebut?

Teman-teman silakan buka google, dan cari tahu apa itu Swab Antigen?

Saya pribadi pun baru tahu bahwa ada Swab Antigen selain Swab PCR.

Selama ini, kami hanya tahu, untuk memaduki sebuag wilayah Zona Merah, kami hanya perlu melakukan Swab Test, bukan Rapid Test.

Seharusnya, tugas para medis yang harus menjelaskan jika ada perbedaan test seperti tersebut di atas.

Setelah berdebat, saya kembali meminta penjelasan secara medis, apa subtansi dari perbedaan kedua test tersebut?

Perugas tetap meminta bahwa kami harus Swab Test lagi secara Mandiri, untuk Swab Antigen. Wajib hukumnya.

Hati kami “hancur”.

Selain menghadapi duka cita, ayah kami telah berpulang, kami juga harus menghadapi masalah lain, yang sangat pelik Swab Test akibat Pandemi Covid-19 ini.

Akhirnya, kami berhasil keluar dari suasana membungungkan di bandara Mutiara Sis Aljufri Palu. Dan dokumen kami di tahan oleh petugas disana.

Tak ingin bingung sendiri selamanya. Saya pun mencoba diskusi dengan kawan di Jakarta. Bahwa kami mengalami masalah dengan Swab Test yg dilakukan di Klinik BIN. Hasilnya ditolak petugas di bandara.

Penjelasan kawan saya membuat terang, tentang metode Swab Antigen. Swab test jenia ini adalah metode yg juga di gunakan di Korea Selatan.

Konon, metode ini mampu menurunkan angka penderita Covid 19 secara drastis.

Bahkan, metode serupa, juga digunakan di Amerika dan di anjurkan oleh WHO, Badan Kesehatan Dunia.

Juru Bicara Satgas Covid-19 saat di Istana Negara, menyatakan bahwa memakai Metode Swab Antigen, hasilnya akurat dan tidak memakan waktu lama untuk mendeteksi Virus Covid-19, dibandingkan dengan Swab PCR yang membutuhkan waktu berminggu-minggu, dengan biaya yang sangat mahal.

Pertanyaannya apakah semua masyarakat mampu melakukan tes Swab PCR?

Jika mampu, sambil menunggu hasil 2 minggu kemudian, tapi sudah melakukan kontak fisik dengan orang lain, lalu dinyatakan hasil tesnya positif. Bukankah selama 2 minggu ia telah menyebarkan virus covid-19. Maka, yang paling efektif adalah tes Awab Antigen, kata teman saya.

Saat petugas kesehatan di bandar Mutiara Sis Aljufri Palu, datang kerumah kami, ditengah suasana duka, di depan jenazah orang tua kami, saya menjelaskan kembali kepadanya, mengenai Swab Antigen dan Swab PCR. Bahwa metodenya sama, yaitu dengan mengambil cairan hidung dan tenggorokan. Mereka pun baru sadar dan mengaku, hanya menjalankan tugas dan belum menerima sosialisasi, apa itu Swab Antigen.

Ternyata petugas dilapangan, maaf, seperti memakai “kacamata kuda”. Hanya bekerja berdasarkan ‘Pergub’, tanpa bisa menjelaskan ke masyarakat secara medis kenaoa harus melakukan Tes Swab Antigen tersebut.

Semoga catatan saya ini bisa memberi jawaban yang terang, bahwa penanganan Covid-19 belum tersosialisasi dengan baik dikalangan masyraka, khususnya para tenaga medis dilapangan.

Dan masyarakat pun menjadi korban sebuah aturan yang tidak tersosialisasi dengan baik, serta dipahami oleh petugas di lapangan dan kemudian dapat di pertanggung-jawabkan oleh mereka.

Kasihan masyarakat kecil yang tidak mampu, apabila di paksakan harus melakukan PCR dengan biaya mahal.

Untuk pemerintah pusat harus cepat turun tangan denga aturan di daerah yang tidak seragam.

Terima kasih semoga bermanfaat dan jangan sampai terjadi pada orang lain. Cukup saya dan keluarga saja.

Salam 3 M
Memakai Masker
Mencuci tangan
Menjaga Jarak.

Dan jangan lupa, makan makanan yang bergizi, plus Vitamin C untuk daya tahan tubuh.