Home INdonesiana Stop Lockdown; Karantina Kesehatan Yes
INdonesiana - March 18, 2020

Stop Lockdown; Karantina Kesehatan Yes

Justi Elvinus Engel, SH
Advokat dan Pembela Umum di Komunitas Presidium Rakyat Menggugat(PRM)

WHO telah menetapkan Virus Covid – 19 sebagai Pendemi Internasional. Tak luput dari Pendemi dimaksud, pada tanggal 2 maret 2020 yang lalu, Presiden Jokowi telah mengumumkan 2 kasus pertama covid – 19 di Indonesia. Seiring perkembangan, berbagai kasus tambahan hingga dengan hari ini sudah lebih dari 100 orang positif dimumkan terpapar covid – 19.

Terkait dengan hal diatas, banyak Negara  di dunia telah mengumumkan darurat nasional  atau yang lebih popular di media sebagai LOCK DOWN, yang secara langsung telah di serap (absorp) oleh masyarakat Indonesia tanpa mengerti  apa yang dimaksudkan dengan LOCK DOWN tersebut, dan apa akibat akibat yang dapat memiliki dampak langsung bagi aspek ekonomi, sosial, politik dalam maupun luar negeri. Lockdown artinya terkunci. Jika dihubungkan dengan kasus Corona atau COVID-19, maka istilah lockdown dimaksudkan untuk mengunci seluruh akses masuk maupun keluar dari suatu daerah maupun negara.

Akibat rencana lockdown tersebut Timbul pro dan kontra  di masyarakat. Ditambah lagi gorengan berita yang dilakukan oleh media-media yang menyajikan pemberitaan yang tidak proporsional, tendensius dan provokatif.  

Terkait pendemic Covid-19, sebenarnya segala tindakan penanganan mengenai sebuah wabah penyakit telah diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2007, tentang Penanggulangan Bencana. Dimana pada pasal 1 ayat 1 dan pasal 1 ayat 3 telah merumuskan “bencana non alam adalah  bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemic, dan wabah penyakit. Dalam UU ini telah jelas diatur segala ketentuan yang memungkinkan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk melakukan :

  1. Penyelenggaraan penanggungan bencana lewat Badan Nasional Penanggulangan Bencana
  2. Langkah langkah mitigasi (upaya mengurangi resiko bencana).
  3. Tanggap darurat bencana.
  4. Rehabilitasi dan pemulihan.

Penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh Pemerintah sesuai dengan skala bencana, dan mencakup 3 skala, yaitu skala Nasional ditetapkan oleh Presiden, skala provinsi oleh Gubernur, dan skala kabupaten/kota oleh Bupati/Walikota (pasal 51 & 52). Lewat pasal ini, perlu diketahui bahwa Pemerintah memiliki peranan dalam menentukan apakah pandemic covid – 19 ini sudah dapat ditentukan sebagai Darurat Bencana ataukah belum, sesuai dengan skala bencana, dengan tidak mengenyampingkan dampak dari status darurat bencana tersebut bagi aspek ekonomi masyarakat dan keamanan Negara.

Kemudian terkait dengan tindakan penanggulangan, materi muatan dalam UU ini telah juga diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden sebagaimana yang dapat diuraikan berikut ini :

  1. Peraturan Presiden No 17 Tahun 2018, tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam keadaan Tertentu, dimana yang dimaksudkan dengan “Keadaan tertentu adalah suatu keadaan dimana status keadaan Darurat Bencana belum ditetapkan atau status Keadaan Darurat bencana telah berakhir dan/atau tidak diperpanjang, namun diperlukan atau masih diperlukan tindakan guna mengurangi Risiko bencana dan dampak yang lebih luas. (pasal 1 ayat 1)
  2. Dengan terjadinya  Keadaan Tertentu akibat pandemic covid – 19  sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden no 17 Tahun 2018, maka Presiden mengeluarkan  Keppres No 7 Tahun 2020, Tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid 19). Gugus Tugas ini dibentuk untuk mempercepat langkah mitigasi serta bersinergi dengan kementerian, BNPB dan Pemerintah Daerah.

Masalah Lock Down

Terkait dengan isu Lock Down, di Indonesia terdapat UU No 6 Tahun 2018, tentang Kekarantinaan kesehatan, dimana Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor resiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat (pasal 1 ayat 1).

Kedaruratan kesehatan masyarakat menurut pasal 1 ayat 2 adalah,kedaruratan kesehatan masyarakat  adalah kejadian kesehatan masyarakat ang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas Negara.

Pasal 10 UU No 6 Tahun 2018 bahwa menyebut Pemerintah Pusat berhak untuk menetapkan dan mencabut  status kedaruratan kesehatan masyarakat. Penyelengaraan kekarantinaan kesehatan dalam situasi kedaruratan kesehatan masyarakat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat berdasarkan ancaman, efektivitas,dukungan sumber daya, dan tekhnik operasional dengan mempertimbangkan kedaulatan Negara, keamanan, ekonomi, social dan budaya.

Lantas, apa saja langkah – langkah mitigasi pemerintah dalam status keadaan tertentu, yang secara spesifik telah menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat? Dalam pasal 49 UU 6 tahun 2018 dijelaskan bahwa : “Dalam rangka melakukan tindakan mitigasi faktor resiko di wilayah pada situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilakukan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, atau Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh Pejabat Karantina Kesehatan”`

Masyarakat juga harus mengerti tentang hak – hak nya dalam proses karantina, yaitu :

  1. Setiap orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang sama.
  2. Mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis
  3. Mendapatkan bantuan dasar pangan.
  4. Mendapatkan jaminan kebutuhan sehari-hari lainnya selama proses karantina.

Lebih lanjut pada Pembatasan Sosial Berskala Besar yang adalah respon atas status kedaruratan kesehatan  masyarakat, adalah bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakityang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu. Pembatasan Sosial Berskala Besar , meliputi :

  1. Peliburan Sekolah atau tempat kerja
  2. Pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau
  3. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. 

Berdasarkan berbagai penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa istilah Lockdown yang sedang marak beredar di masyarakat cenderung menjadi sebuah tindakan untuk mengisolasi semua pergerakan keluar secara ketat. Sementara, jika merujuk pada defenisi yang diatur dalam UU No 6 Tahun 2018, tentang Kekarantinaan Kesehatan (UUKK), tindakan mengisolasi tersebut diistilahkan sebagai Karantina. Penerapan Karantina lebih fleksibel daripada lockdown. Sedangkan lockdown benar-benar tindakan untuk sama sekali tidak melakukan apapun selama dalam proses lockdown. Penerapan sistim lockdown dalam waktu yang lama akan berpotensi menimbulkan permasalahan baru seperti terjadinya huru hara di masyarakat karena dibatasinya akses keluar. Sementara masyarakat kita merupakan masyarakat pekerja yang mayoritas menggantungkan hidupnya dari pekerjaan fisik dilapangan. Sedangkan masyarakat barat dapat menerapkan lockdown secara efektif karena pemerintahnya mensuplai seluruh kebutuhannya dan menjaga ketersediaan bahan pangan secara ketat dan bertanggungjawab. Sehingga dengan demikian Pemerintah perlu memberikan literasi secara komprehensif kepada masyarakat agar benar-benar paham tentang sistem lockdown yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Masyarakat juga harus di edukasi tentang konsekuensi yang harus dipikul manakala kebijakan tersebut akan di terapkan oleh Pemerintah.  (RWP)