
SLANK INTO THE FUTURE (#1): Adaptasi Filosofis Lagu ‘Yamko Rambe Yamko’, dengan Interpretasi Lagu Baru, ‘Lembah Baliem’
SLANK formasi Bimbim, Kaka, Abdee, Ivan dan Ridho, beberapa kali dalam album studio, mereka mengadaptasi beberapa lagu daerah ke dalam lagu mereka.
Salah satu yang mencuri perhatian, dan menarik untuk dianalisa adalah lagu ‘Yamko Rambe Yamko’ asal Papua, yang diadaptasi oleh Slank menjadi lagu baru bertajuk ‘Lembah Baliem’. Lagu ini masuk dalam album ‘Virus’, album ke-10 Slank yang dirilis tahun 2001.
Album ‘Virus’ terbilang istimewa, karena beberapa aspek yang menyertainya. Semisal, single hit ‘Virus’ menjadi lagu Slank paling disukai hingga kini. Jika pernah melihat ruang dokumentasi musik Ahmad Dhani, CD Album tersebut, salah satu yang dikoleksinya diantara album-album mancanegara.
Sekali dalam karir musikalnya bersama Slank, Abdee Negara mengerjakan mixing dan mastering album ‘Virus’ tersebut. Hanya pada satu album itu saja.
Dan keistimewaan yang utama adalah, dalam album tersebut ada lagu ‘Lembah Baliem’, yang menjadi perhatian saya kali ini.

Point paling menarik adalah, bahwa Slank tak pernah sekalipun mencoba, mengganti lirik lagu daerah dengan lirik a la Slank, dan menggunakan musik aslinya.
Sebaliknya, Slank sengaja membuat lagu baru, kemudian disandingkan dengan lagu berbahasa daerah tersebut, dan dikemas menjadi satu aransemen baru, tanpa merubah melodi lagu daerah tersebut.
Slank, mengawinkan melodi lagu daerah dengan melodi lagu baru yang mereka buat, dan melengkapinya dengan lirik baru gaya Slank, bukan terjemahan atas lirik lagu daerah tersebut, tetapi memadukan makna kelampauan lagu daerah dengan makna kekinian.
Adaptasi yang menarik, bukan copycat, tapi memotret masa lalu secara sosio-kultural dari daerah yang bersangkutan, untuk menilai masa depan Indonesia.
Seperti lagu ‘Lembah Baliem’, dimana Slank memotret kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat Papua, sebagai bagian penting dari dinamika masa depan Indonesia.
Memotret masa lalu daerah untuk masa depannya, sebagai bagian penting dan tak terpisahkan dari Indonesia. Untuk semangat itu, Slank membutuhkan waktu untuk meriset lebih dalam tentang arti makna lagu ‘Yamko Rambe Yamko’, langsung pada penduduk asli Papua. Kemudian melihat kangsung dan mempelajari kisah dibalik keindahan ‘Lembah Baliem’.
Terletak di lembah Pegunungan Jaya Wijaya tepatnya di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, Lembah Baliem dikelilingi pemandangan yang begitu indah.
Berada pada ketinggian 1.600 mdpl, Lembah Baliem membentang sepanjang 80 km dan dengan lebar 20 km.
Lembah ini juga dikenal sebagai Grand Baliem Valley yang menjadi tempat tinggal bagi Suku Dani, Suku Yali, dan Suku Lani, dengan populasi sekitar 100 ribu jiwa.
Ketiga suku tesebut turut mengambil bagian dalam melestarikan budaya yaitu festival perang antar suku yang dikenal dengan nama ‘Festival Lembah Baliem’, yang biasanya dilaksanakan setiap Bulan Agustus.

Festival tahunan ini diadakan sebagai pengingat betapa pentingnya menjaga perdamaian antar suku bangsa.
Selain Festival Lembah Baliem, ada hal istimewa tentang kehidupan sosial penduduknya, di antaranya kesederhanaan hidup yang terlihat dari rumah tempat tinggal mereka.
Dalam kesehariannya, penduduk Lembah Baliem tinggal dalam rumah beratap jerami.
Ada tiga jenis rumah dalam budaya penduduk ini, masing-masing mempunyai fungsinya sendiri.
‘Eweai’ merupakan rumah untuk para wanita, sedangkan ‘Honai’ merupakan rumah para pria.
Sementara itu, ‘Leseai’ merupakan rumah induk yang bisa ditinggali kepala atau tetua desa.
Kuliner tradisi penduduknya terbilang sederhana. Makanan utamanya hanyalah Babi dan Ubi.
Demi memenuhi kebutuhan pangan, mereka beternak Babi dan bertani umbi-umbian.
Slank memotret kisah tersebut menjadi sebuah karya kreatif, ‘Lembah Baliem’, dengan memadu-padankan bunyi dan maknanya, bersama lagu ‘Yamko Rambe Yamko’.
Pada awal menikmati lagu ‘Lembah Baliem’, memang terasa abstrak, hingga pada sebuah momen ketika Glenn Fredly menghelat pertunjukan ‘Tanda Mata’ untuk Slank, oada 30 September 2017. Dia menampilkan sejumlah penyanyi asal Papua untuk melantunkan lagu ‘Lembah Baliem’ yang dikemas “se-papua” mungkin. Lengkap dengan busana tradisi khas Papua. Glenn tak merubah apapun. Ia menyerahkan suaranya pada penyanyi asal Papua.
Lagu hebat karya Slank itu, menjelma menjadi gelegar “Suara Hati” Rakyat Papua, untuk Indonesia. Ada roh kultural Papua yang sangat kuat dari setiap bait liriknya.
“Lagu ini tujuannya menyuarakantentang keadilan bagi seluruh Rakyat Indonesia,” tandas Bimbim, sang kreator Slank.
Aku nggak ingin uang ribuan/ Yang aku mau uang merah cepe’an/ Asal ada Babi untuk dipanggang/ Asal banyak Ubi untuk kumakan/ Aku cukup senang/ Aku cukup senang/ Dan aku pun tenang…//
(Kemudian disambung dengan lagu asli ‘Yamko Rambe Yamko’, seperti adaptasi Slank).
“Ini lagu siapa? bikin merinding…,” ujar Bunda Iffet, Manajer Slank, usai menyaksikan penampilan Glenn Fredly bersama Penyanyi asal Papua, dalam Konser Tribute to Slank, dari barisan terdepan kursi VVIP di Ballroom Gandaria City, Kebayoran, Jakarta Selatan.
Akhirnya saya ingin menyampaikan satu hal penting, bahwa totalitas para seniman dalam mengadaptasi sebuah karya agung dari masa lalu, untuk lagu baru mereka, mutlak dilakukan.
Tak setengah hati, untuk memahami bunyi, lirik, hingga kisah lengkap dibalik sebuah karya tradisi.
Slank memberi teladan inspiratif, bagaimana memahami filosofis setiap karya musik yang diadaptasi kembali dengan interpretasi yang pas dan obyektif.
Selamat Hari Musik Nasional
9 Maret 2020.