
Meluruskan Informasi Para Dokter Yang Gugur Saat Pandemi
Oleh : Iman Brotoseno
Pemberitaan media soal kematian para dokter dalam masa pandemi secara tidak sadar telah telah mengubah cara pandang publik terhadap peran negara. Ditambah dengan pernyataan dokter dokter di sosial media yang menganggap Pemerintah gagal memenuhi kebutuhan APD dan kesimpang siuran berita valid soal kematian dokter akhirnya mengakumulasi narasi pengkritik di social media bahwa negara menjadikan dokter di garis depan sebagai tumbal.
Judul berita seperti “ Ya Allah, 2 dokter meninggal saat tangani pasien Corona di Jakarta “ memang mengunggah rasa kemanusiaan pembaca. IDI juga kerap mengunggah berita duka cita kepada anggotanya yang meninggal dunia. Tempo juga mengangkat cover story para dokter yang meninggal dengan mengutip keterangan IDI, bahwa dokter dokter itu tertular virus corona dari pasien yang mereka tangani.

Beberapa kasus, IDI juga terkesan terburu buru memberikan pernyataan soal dokter yang meninggal terpapar virus karena merawat pasien covid-19 secara langsung. Ternyata pernyataan ini kemudian dibantah keluarga atau otoritas Rumah Sakit tempat dokter itu bekerja.
Tak salah dengan pemilihan angle yang heroik, dimana tenaga kesehatan tetap melayani pasien penderita covid-19 dengan APD yang tidak layak. Kita tetap berduka dan menyesalkan kematian para dokter. Bagaimanapun dokter adalah aset SDM nasional yang berharga.
Pertanyaannya apakah benar dokter yang meninggal tersebut benar benar di garis depan menolong pasien Covid-19.
Pertama tama ada pernyataan Ketua umum Ikatan Dokter Indonesia ( IDI ) dr. Daeng Fakih dalam sebuah diskusi Sabtu 18 April 2020 sebagaimana dikutip dari IDN Times, mengatakan jumlah dokter yang meninggal berjumlah 44 orang. Sementara Kompas menulis berdasarkan data yang diterima sampai tanggal 19 April 2020 jam 12.00, jumlah dokter yang meninggal 29 orang dan perawat 15 orang.