Home INfocus Jurus Menteri Yasonna Dicurigai ‘Mengeruk’ Rupiah Di Tengah Wabah Corona
INfocus - April 2, 2020

Jurus Menteri Yasonna Dicurigai ‘Mengeruk’ Rupiah Di Tengah Wabah Corona

Awal era Reformasi, dari masaPemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus dur), Megawati, SBY (Susilo Bambang Yudhiyono), dan di periode pertama Presiden Joko Widodo. Para pemimpin bangsa RI tersebut memiliki tekad yang sama dan komitmen tinggi dalam penegakkan supremasi Hukum dan Pemberantasan Korupsi.

Selain hukuman berat kepada pelaku tindak korupsi tersebut, seperti diatur dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana korupsi (Tipikor) di tahun 2001, ditandai ditetapkannya UU No.20 Tahun 2001 di era Presiden Gus dur. Dan kemudian di era Presiden SBY untuk mensinkronkan UU Tipikor tersebut dengan Aturan/syarat pemberian remisi terhadap Koruptor, maka diterbitkanlah PP (Peraturan Pemerintah No.99 Tahun 2012, merevisi UU No.12 Tahun 1995, dalam rangka melakukan pengetatan pemberian remisi narapidana korupsi.

Namun alih alih Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dengan alasan wabah virus corona yang terjadi di Indonesia bahkan dunia saat ini, berencana merevisi PP (Peraturan Pemerintah) nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata cara Pelaksanaan Hak Warga binaan Pemasyarakatan.

“Karena ada beberapa jenis pidana (korupsi, teroris dan narkoba) yang tidak bisa kami terobos, karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012,” terang Yasonna saat rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar secara teleconfrence, seperti dilansir dari Kompas.com.

Sebelumnya Kemenkumham telah menerbitkan Permen Hukum dan HAM No.10 Tahun 2020 dan Kepmen Hukum dan HAM No. M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi terkait Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID 19 dengan membebaskan 30.000 napi dewasa dan anak.

Terkait revisi aturan pemberian asimilasi napi koruptor, narkotika, terorisme dan tindak pidana khusus. Banyak masyarakat yang mencurigai langkah revisi UU no.99/2012 yang diambil Menteri Yasonna Laoly terutama untuk napi koruptor merupakan tindakan menteri hukum yang tidak membela hukum samasekali, bahkan akan menjadi aib bagi dunia penegakkan hukum di Indonesia.

Alasan kecurigaan masyarakat, ahli hukum dan penggiat penegakkan hukum di Indonesia, bukannya tak beralasan. Yasonna ditenggarai akan merevisi beberapa ayat dalam UU No.99/2012, utamanya Pasal 34B ayat 2, dimana remisi untuk narapidana diberikan setelah mendapatkan pertimbangan tertulis dari menteri atau pimpinan lembaga terkait, seperti: KPK, Kejaksaan Agung dan MA (Mahkamah Agung).

Dan di Pasal 34B ayat 3, Pertimbangan tertulis dari pimpinan lembaga terkait (KPK, Kejaksaan Agung dan MA (Mahkamah Agung)) tersebut harus diterima kembali Menteri Hukum dan HAM paling lambat 12 (dua belas) hari kerja. Bila disetujui oleh pimpinan lembaga terkait tersebut, maka Pemberian Remisi dapat ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal inilah mungkin dirasa Menteri Yasonna sulit didapatkan untuk melepaskan 300 narapidana Korupsi tersebut. Oleh karena itu Yasonna berencana membicarakan hal ini dengan Presiden Joko Widodo, agar merevisi UU tersebut demi memuluskan Asimilasi Narapidana Korupsi.

Langkah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly ini sangat disayangkan, dan telah mencoreng wajah penegakkan Hukum di Indonesia, apapun alasannya. Sangat tak layak dan jadi tanda tanya besar di masyarakat, mengapa Menteri Yasonna begitu kuat dan alot dalam membela para Koruptor, karena langkah yang diambil Yasonna ini tidak terdapat 3 nilai dasar hukum, yaitu: kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat . (BP)