
Do’a dan Dzikir Anak Pantai
Foto ini adalah, Dom, sebuah gudang milik PKKD (Pusat Koperasi Kopra Donggala) di Kota Tua Donggala yang terletak di arah barat pelabuhan. Ada 4 buah, yang satu ini masih nampak utuh.
Dulu, digunakan untuk menyimpan berton-ton karung beras dan kopra. Kini, sudah kosong melompong, dan mulai digerogoti karat karena kontaminasi udara laut.
Aktifitas Pelabuhan Donggala yang pernah berjaya itu, beralih ke Pelabuhan Pantoloan awal 90-an, namun Masih dalam satu wilayah Kabupaten Donggala.
Saya lahir di Donggala, dikota dengan suhu antara 34 – 37 derajat. Rasanya sih, lebih panas dari Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah. Saat remaja saya hijrah ke Palu.
Panas setiap hari di Donggala, biasa kami tebus dengan berenang sore harinya, di tepi pelabuhan yang kini renta itu.
Tapi dulu, tahun 70-an, hiruk pikuk dengan kapal penumpang, kapal barang, tongkang, perahu nelayan dan speed boat. Nah, kami berenang sekaligus memancing disana, diantara hiruk pikuk angkutan laut itu.
Ada ikan batu yang sembunyi di karang atau ikan “pising-pising” yang datang beregerombol. Nampak mudah memancingnya, tapi kadang sulit mendapatkannya, karena ikan kecil-kecil tak makan umpan.
Perlu 4 pancing yang disatukan membentuk jangkar. Kami menyebutnya “garangkang”. Nah, cukup memasukannya ke dalam air sekitar 10 – 15 cm, sambil menunggu pising-pising datang bergerombol.
Dan, segera tarik pancingnya dengan cepat dan menghentak keras. Setidaknya bisa dapat se-ekor demi se-ekor setiap menghentak tali pancingnya. Lumayan, pulang rumah bisa di goreng garing sembari makan dengan nasi hangat dan cabe rawit + garam + jeruk nipis.
Itu dulu, antara tahun 1970 sampai 1980.
Sekarang?
Entahlah…
Berkaitan dengan wabah Virus Corona, sahabat kecil saya, sudah seperti saudara, Johar Efendi, tadi pagi saat saya lagi berjemur di halaman rumah di Jakarta Selatan, menelpon saya.
Surprise…
“Kami di Donggala sehat walafiat, saya berendam di air laut sambil berjemur di Tanjung Karang, setiap hari jam 10 sampai 11 pagi,” ungkap Johar, seniman yang kini aktif dalam Syiar Islam.
(Jarak Tanjung Karang, yang memiliki pemandangan laut, ikan warna warni dan batu karang nan indah itu, hanya sekitar 3 km dari Pelabuhan Tua).
Wow…
Saya langsung membayangkan air laut yang hangat dengan udara dengan terik matahari hingga 37 derajat celcius itu, sangat efektif menghalau Virus Corona yang tak tahan udara panas.

“Selain ikhtiar dengan berjemur diri, nongkrong di rumah saja, kita pun perlu berdoa dan berdzikir, karena sel sel tubuh pun akan ikut berdzikir,” terang Johar, teman Break Dance yang mengandalkan gaya robotik-nya itu.
Alhamdulillah…
Ini inspirasi buat teman-teman yang tinggal di daerah pantai dan pesisir bisa seminggu sekali berjemur sembari berendam di air laut.
Sayangnya, saya di Jakarta Selatan, yang belasan kilo jaraknya untuk sampai ke laut.
Dan, akhirnya perlu menyegerakan doa dan dzikir, agar “sel sel tubuh bereaksi positif membentuk anti bodi”.
Aamiin yaa rabbal alamiin…
Terima kasih atas atensi dan waktumu, Jo.
“Ako engka kutu, kutu ni yolo”
(Ungkapan khas Orang Bugis Donggala: kalau lo punya, lo aja yang duluan)