
Covid – 19 Dan Soal Larangan Jamaah Di Masjid Untuk Sementara
Oleh Muhammad AS Hikam
Sinyalemen mantan Panglima TNI, hemat saya, tidak mendidik dan cenderung negatif bagi publik, khususnya ummat Islam. Membatasi pertemuan, ibadah secara massal di Masjid bukan berarti kebijakan atau himbauan yang anti terhadap Masjid. Ini adalah soal kedaruratan dan ikhtiar menyelesaikan masalah dalam kondisi darurat bencana.
Dalam Ushul Fiqh ada kaidah: “Kedaruratan membolehkan hal yang dilarang.” Bencana wabah Covid-19 sudah dinyatakan sebagai kedaruratan dan/atau bencana nasional. Salah satu upaya (ikhtiar) penanggulangan penyebaran virus tsb adalah dengan apa yang populer disebut dengan ‘social distancing’, yakni membuat jarak bagi pertemuan antar-pribadi sehingga aman dari kemungkinan penularan virus. Implikasinya ada berbagai anjuran dan kebijakan publik, termasuk pembatasan berjamaah di Masjid.
Kaidah ushul fiqh itulah yang antara lain dipakai oleh negara-negara berpenduduk mayoritas Islam seperti Saudi, Malaysia, dll sehingga pemerintah mereka mengeluarkan berbagai kebijakan terkait pertemuan umum dan bahkan ibadah yang berpotensi jadi wahana penyebaran virus. Termasuk kalau perlu berjamaah di Masjid. Itu sebabnya Saudi, misalnya, melarang untuk sementara ibadah Umroh bukan saja bagi ummat Muslim dari negara lain, tapi juga rakyat negeri tersebut.
Anjuran mantan Panglima TNI justru ekonomis dari penalaran, kendati dibungkus dengan dalih ketaatan beragama, dan memakmurkan Masjid. Beliau justru bisa mengundang spekulasi publik, apakah statemennya itu punya motif lain, bukan sebuah ekspressi ketaatan beragama, tetapi hanya sedang “waton suloyo” dengan anjuran-anjuran Pemerintah, Majelis Ulama, ormas Islam, serta upaya-upaya penanggulangan penyebaran Covid-19 melalui social distancing.
Kebijakan dan/atau anjuran agar tidak beramai-ramai ke Masjid dan beribadah secara berjamaah, bukan karena motif membenci atau menjauhi Masjid, apalagi konspirasi melemahkan agama Islam dan ummat Islam. Tetapi hal itu dalam rangka ikhtiar menjaga keamanan dan keselatan publik dari bahaya Covid-19. Suatu hal yang menurut nalar waras sangat bisa dipahami!
Walaupun pak mantan Panglima TNI itu berhak menyuarakan aspirasinya, saya menganjurkan kepada publik agar mengabaikannya saja. Lebih baik ikuti anjuran-anjuran dan kebijakan-kebijakan yang memberikan kesejukan dan perlindungan keamanan bagi sesama. IMHO.
Simak tautan ini:
- https://news.detik.com/berita/d-4943878/eks-panglima-tni-gaungkan-makmurkan-masjid-dan-salat-berjemaah-lawan-corona?tag_from=wp_cb_mostPopular_list&_ga=2.201810897.1568665071.1584438062-1994121963.1580102589
- https://sinarharapan.id/2020/03/fatwa-mui-nomor-14-tahun-2020-terkait-penyelenggaraan-ibadah-dalam-kasus-corona/
- https://www.nu.or.id/post/read/117900/corona-mewabah–shalat-jumat-di-daerah-terjangkit-sebaiknya-ditangguhkan
- https://news.detik.com/berita/d-4927565/imbas-corona-arab-saudi-tutup-sementara-masjidil-haram-dan-masjid-nabawi
- https://www.liputan6.com/global/read/4203181/siaga-virus-corona-masjid-di-malaysia-tutup-sementara