Home INdonesiana Bisnis Surat Rapid dan SIKM di Masa Pandemik Covid 19 Memberatkan Masyarakat
INdonesiana - June 10, 2020

Bisnis Surat Rapid dan SIKM di Masa Pandemik Covid 19 Memberatkan Masyarakat

Paska keputusan Presiden Joko Widodo ‘New Normal Life’ dan target pemeriksaan Rapid tes 20.000 orang/hari, dengan tujuan memetakan dan memutus mata rantai penyebaran covid 19. Namun disayangkan para pemangku kebijakan seperti Gugus Tugas Nasional, Kementeriaan Perhubungan, Kementeriaan Kesehatan RI, administrator terkait, tidak lagi mengikutsertakan masyarakat sebagai stake holder untuk ikut hadir dalam suatu kebijakan sebelum ditetapkan.

Akibatnya sering terjadi pada masa pandemik covid 19 ini, masyarakat hanya jadi korban kebijakan atau jadi pihak yang dirugikan dalam suatu kebijakan. Hal ini bukan hanya terjadi di lingkup Nasional, tapi juga di lingkup regional seperti Pemda, Pemprov, Pemkab atau Pemko. Sehingga keadaan masyarakat semakin terpuruk di masa pandemik ini.

Hal ini tentunya sangat berdampak kepada sebagian besar masyarakat Indonesia selain merasakan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup keluarga akibat ekonomi mikro yang terhambat akibat kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Besar Besaran). Selain karena terkena PHK besar besaran, sulitnya menjual hasil bumi, tak adanya lagi penumpang driver daring, dan usaha/pekerjaan masyarakat yang terpaksa harus terhenti akibat wabah covid 19 ini.

PSBB memang merupakan program ampuh dalam memutus mata rantai penyebaran virus covid 19. Dengan pembatasan sosial dan implementasi protokol kesehatan dapat menekan lajunya penularan wabah covid 19. Akan tetapi, para pembuat kebijakan perlu memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat yang ada.

Seperti yang dialami oleh masyarakat pengguna jasa transportasi, seperti bandara udara atau jasa penerbangan. Keluhan masyarakat bukan saja karena kurangnya sosialisasi aturan baru, akan tetapi juga cepatnya perubahan aturan, seperti perubahan dari Permenhub No.18 tahun 2020 ke Permenhub No.25 tahun 2020, terbitnya SE (Surat Edaran) yang malahan jadi patokan Satgas Covid 19 di lapangan. Dari SE ke Keputusan Menteri Perhubungan no.25. Semua perubahan aturan tersebut terjadi hanya dalam waktu kurang dari sebulan. Sangat membingungkan dan merugikan masyarakat yang harus melakukan kegiatannya di masa pandemik ini.

Biaya Rapid Tes dan PCR yang Fantastis di Masa Pandemik

Keluhan masyarakat pengguna jasa penerbangan akan perubahan aturan yang sangat cepat dan kurangnya sosialisasi, juga dialami awak media online INSEE.ID. Demi mengikuti syarat penerbangan dalam negeri (domestik), sebelumnya tanggal 17 Mei 2020 melakukan perjalanan udara dari Medan ke Jakarta, dengan mengikuti seluruh syarat penerbangan sesuai aturan Permenhub No.18.

Pada hari Minggu, 7 Juni 2020 sebelum melakukan penerbangan dari Jakarta ke Medan, kembali mengikuti Rapid Tes di Rumah Sakit Swasta ‘K’, karena pihak Puskesmas Kayu Putih katanya tidak menyediakan fasilitas uji Rapid Tes untuk masyarakat setempat. Uji Rapid tes di Puskesmas disediakan hanya untuk ODP dan PDP.

Di RS Swasta yang direkomendasi pihak Puskesmas Kayu Putih pun, anehnya memiliki biaya uji Rapid Tes yang berbeda beda. Seperti di RS ‘O’ mematok harga Rp 500.000,- untuk 1 kali uji Rapid tes. Sedangakn di RS ‘K’ mematok harga Rp 250.000,- untuk 1 kali Rapid tes, bahkan ada RS Swasta lain mengenakan tarif sampai Rp 1 juta sekali uji Rapid tes. Perlu diketahui juga untuk masa berlaku uji Rapid tes ini ternyata hanya untuk 3 hari.

Sedangkan untuk uji PCR dikenakan biaya Rp 1,3 juta – Rp 2.5 juta sekali tes, tergantung RS yang mengadakan. Masa berlaku hasil uji PCR berlaku lebih lama dari uji Rapid Tes, yaitu 7 hari. Tentunya Biaya uji Rapid tes atau uji PCR ini sangat memberatkan masyarakat, karena kondisi ekonomi Indonesia yang sulit saat ini.

Praktek uji Rapid tes dan PCR ini sangat bertentangan dengan program Presiden Joko Widodo dalam target pencapaian orang yang diuji covid 19 20.000 orang/hari. Apa yang dilakukan pihak Puskesmas dan RS Swasta ini malahan kontraproduktif dengan program Presiden.

Untuk menekan hal diatas sebaiknya Pemerintah dalam hal ini, Gugus Tugas, Kementerian Kesehatan RI, Satgas dan aparat penegak hukum (KPK, Polri dan Kejaksaan) segera mengeluarkan payung hukum untuk menindak oknum RS atau Puskesmas yang melakukan kebijakan sendiri yang bertentangan dengan program Pemerintah yang sudah ada.

Masa Pandemik Covid 19, di negara lain, seperti di Cina, India, Italia, Korea Selatan, Singapura dan negara lainnya, hal diduga penyelewengan seperti terjadi (bisnis Rapid tes atau PCR) saat ini, langsung ditindak tegas oleh Pemerintah. Karena dapat mengganggu atau merusak Program Pemerintah yang sudah berjalan dalam memerangi dan memutus mata rantai penyebaran covid 19. Tingginya tarif uji covid 19 yang memakan biaya fantastis ini, malahan akan membuat kehidupan masyarakat makin terpuruk.

Adanya SE (Surat Edaran) Gugus Tugas tentang Masa Berlaku Rapid Tes dan PCR yang baru

Karena di RS ‘K’ memiliki tarif uji Rapid Tes lebih murah (Rp 250.000,- untuk 1x tes), awak INSEE.ID pun ikuti uji Rapid tes di RS tersebut, namun alangkah terkejutnya hasil uji tersebut hanya berlaku untuk 3 hari (mengacu pada Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Penyebaran Covid 19 No.5 tahun 2020) dan Keputusan menteri Perhubungan no.25 tahun 2020, berlaku mulai tanggal 25 Mei 2020, sebelumnya Peraturan menteri perhubungan no.18 tahun 2020, masa berlaku hasil uji Rapid tes 7-10 hari.

Sebagai perbandingan, tanggal 14 Mei, saya juga sudah melakukan Rapid Tes di RS Tentara AD, biayanya gratis dan berlaku 7-10 hari. Hasil Rapid tersebut saya pergunakan dalam penerbangan Medan – Jakarta di tanggal 17 Mei 2020. Saat itu tidak ada masalah, baik biaya (gratis) dan pengurusan tiket penerbangan semua berjalan dengan lancar.

Namun saat akan melakukan penerbangan Minggu, 7 Juni 2020 dari Jakarta ke medan, mengalami banyak kendala, baik Uji Rapid Tes yang Mahal, juga masa berlaku yang sangat singkat. Dimana dalam kepengurusan SIKM (Surat Ijin Keluar Masuk) mulai di tingkat RT RW dan perusahaan tempat bekerja, harus selalu membawa hasil uji Rapid tes atau PCR.

Kenapa butuh waktu lebih 3 hari dalam mengurus SIKM. Penjelasan singkat kronologis proses pengurusan SIKM. Calon pengguna jasa transportasi atau orang yang akan melakukan perjalanan harus melakukan uji Rapid tes atau PCR di RS Swasta yang menyediakan fasilitas uji Covid 19.

Bila hasil tes negatif covid 19, maka segera mengurus surat SIKM melalui website corona.jakarta.go.id . Setelah itu mendatangi RT dengan membawa formulir SIKM dan hasil uji covid 19 yang ada. Pihak RT akan menghubungi pihak RS dahulu, yang keluarkan hasil tes tersebut (butuh waktu 1 hari) untuk mendapat persetujuan SIKM di RT.

Begitu juga di RW butuh waktu 1 hari. Setelah itu kita perlu mengurus surat persetujuan (Surat Keterangan Bekerja) dari Perusahaan tempat kita bekerja, ini juga memerlukan waktu 1 hari. Keseluruhan jangka waktu dibutuhkan untuk pengurusan SIKM dan Rapid Tes adalah 4 hari.

Perubahan dari Permenhub No.18 tahun 2020 menjadi Surat Edaran (SE) Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 No.5 tahun 2020 dan Keputusan Menteri Perhubungan No.25 tahun 2020, yang tanpa mempertimbangkan aspek urgensi, ekonomi dan Hukum di masa pandemik covid 19 ini, sangat merugikan masyarakat.

Karena sebelum tanggal 25 Mei 2020, tidak ada perubahan yang signifikan terhadap kenaikan angka ODP, PDP dan pasien positif covid 19. Dalam hal ini tidak memenuhi aspek urgensi. Sedangkan aspek ekonominya, perubahan aturan Permenhub No.18 tahun 2020 ini, malahan sangat merugikan ekonomi masyarakat yang selama ini terdampak akibat pandemik covid 19.

Sedangkan dalam hal aspek Hukum, dimana semua Satgas Covid 19 yang bertugas di Bandara Soeta, selalu bersikeras dan menunjukkan Surat Edaran yang menjadi acuan tugas mereka. Dimana dalam aspek Hukum Surat Edaran yang dikeluarkan Gugus Tugas, tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Patokan pada SE (Surat Edaran) Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 no. 5 tahun 2020 pada 25 Mei 2020 yang memperpanjang masa berlaku Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid 19 hingga 7 Juni 2020. SE No.5 tahun 2020, dan disusul dengan terbitnya Keputusan Permenhub No. PM 25 tahun 2020 tentang Pengendalaian Transportasi selama Masa Mudik Idul Fitri tahun 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 yang memperpanjang masa berlaku Pembatasan orang dalam rangka Percepatan Penanganan Covid 19 hingga 7 Juni 2020,” terang Adita seperti dikutip dari SuaraMerdeka.com

Dengan kejadian ini, kami selaku masyarakat pengguna jasa moda transportasi udara dan wartawan media online INSEE.ID, memohon kepada Presiden Joko Widodo, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19, Kementeriaan Kesehatan RI, Kementeriaan Perhubungan khususnya Dirjen Perhubungan Udara, Angkasa Pura, Maskapai Garuda (yang diijinkan terbang di masa pandemik ini) dan pihak RS atau Puskesmas yang diijinkan melakukan uji Rapid Tes/PCR, untuk mengevaluasi masa berlaku Rapid Tes/PCR tersebut, dan menurunkan biaya Rapid Tes, yang sangat mahal tersebut. (BP)