
ASN Millenial Paling Banyak Terpapar Radikalisme
Pemerintah menegaskan bahwa radikalisme merupakan ancaman nyata yang berpotensi mengganggu jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka itu, Pemerintah akan meminimalisir Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terpapar radikalisme sejak dini, yakni saat seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Demikian disampaikan Sekretaris Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Mudzakir dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertajuk “Menjawab Kontroversi SKB 11 Menteri” yang berlangsung di Auditorium Jusuf Ronodipuro, Gedung RRI, Jakarta, Selasa (10/12/2019).
“Rekrutmen CPNS itu dari seleksinya ada tes kompetensi dasar dan bidang. Dasar itu ada tes tertulis, salah satunya Tes Wawasan Kebangsaan. Sementara di tes kompetensi bidang ada pendalaman dan wawancara. Di situ juga dapat dilakukan pendalaman lagi apakah yang bersangkutan terekspose radikalisme,” jelasnya.
Selain melalui tes, antisipasi masuknya radikalisme di lingkungan pemerintah melalui rekrutmen CPNS adalah persyaratan administrasi berupa Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Belum lagi setelah sudah diterima, akan diberikan pembinaan secara terus menerus terkait loyalitas kepada NKRI dan Pancasila.
“Filternya pembinaannya seperti itu. Termasuk juga rekam jejak digital. Kalau yang bersangkutan di media sosial ada indikasi radikal, pasti akan kami cek lebih lanjut” ujarnya.
Sementara itu, Inspektur Wilayah III Kementerian Hukum dan HAM Ahmad Rifai menyebutkan bahwa memang kebanyakan ASN terpapar radikalisme adalah mereka yang pengalaman bekerjanya sebagai PNS belum terlalu lama, termasuk juga mereka yang masuk dalam kategori milenial.
“Ini yang terpapar anak-anak muda. ASN model saya yang masuk tahun 80-an yang kemungkinan besar tidak. Ini kan milenial yang kasian, yang tahu bagaimana mencari informasi dari dunia digital, jadi belajar agama tanpa guru, itu berbahaya. Belajar dari Mbah Google ya repot,” tuturnya. (SB)