
Adu Domba Dan Kepanikan SBY Menjelang Badai KLB Partai Demokrat
Lelaki berbadan bongsor geal geol biasanya menandakan tubuhnya penuh dengan lemak, akibatnya orang yang seperti itu biasanya malas mikir, malas bergerak, mau cari gampangnya saja setiap mau menyelesaikan masalah, dan tidak mau susah-susah menyaring dan menyeleksi persoalan agar bertemu dengan Kesejatian. Mungkin karena seperti itukah sosok seperti SBY tak cakap dan tak gesit bekerja, hingga di masa pemerintahannya banyak proyek-proyek mercusuar pemerintahannya yang mangkrak, meski trilyunan rupiah dana APBN sudah digelontorkan? Wallahu a’lam !.
Namun satu yang pasti, saat menghadapi ancaman badai Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat (PD), sangat terlihat nyata SBY tidak mau instropeksi diri bagaimana bisa orang-orang terdekatnya tiba-tiba bersuara keras di ruang-ruang publik untuk meminta PD agar selekasnya menyelenggarakan KLB dengan mengganti Ketua Umumnya. Pun tidak hanya itu beberapa Pengurus Pusat PP-PD juga dengan sangat beraninya membuka aib-aib DPP PD yang dipimpin anaknya SBY sendiri, yakni AHY seperti pernyataan Marzuki Ali yang menyatakan DPP PD selalu meminta mahar politik yang sangat besar bagi para calon Kepala Daerah yang akan diusung oleh DPP PD.
Beberapa jam yang lalu, saya juga dikejutkan oleh pernyataan SBY yang mulai menyeret-nyeret nama-nama menteri di dalam Kabinet Indonesia Maju Pemerintahan Jokowi dalam pusaran badai ancaman KLB Partai Demokrat, seperti Menko Polhukam Mahfud MD, Menkumham Yasonna Laoly, KAPOLRI Listyo Sigit Prabowo dan Kepala BIN Budi Gunawan serta Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. SBY menyatakan bahwa Mahfud MD, Yasonna Laoly, Listyo Sigit dan Budi Gunawan tak akan mungkin ikut-ikutan untuk mendongkel atau merebut kepemimpinan PD, kecuali Moeldoko yang dikatakannya berniat untuk itu, dan hal itu dianggap SBY telah memperburuk nama baik Presiden Jokowi. Ada apa ini dengan SBY?
Bagi pemerhati politik manapun yang jam terbangnya sudah cukup tinggi, pastilah tidak akan kesulitan menangkap ujung dari maksud pernyataan SBY ini, yang tiada lain hanyalah memperjelas i’tikad buruknya SBY yang ingin mengadu domba sesama pembantu Presiden, agar satu sama lain saling jaga jarak karena khawatir sudah ada yang mendekat atau didekati SBY untuk Suksesi RI 1 2024. Selain itu pernyataan SBY yang merupakan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu, adalah bentuk kepanikan luar biasa yang sangat gamblang, cetho welo-welo dari seorang Pembesar Partai yang menjadikan partainya nyaris seperti Kerajaan atau Perusahaan yang semuanya dikuasai keluarganya sendiri.
Sebagaimana fakta telah berbicara, Moeldoko selama ini sangatlah fokus dengan kerjanya sebagai Kepala Staf Kepresidenan yang tiada hari selain menemani kerja Presiden dan berusaha membantu Presiden mengatasi persoalan-persoalan kebangsaan dan kenegaraan. Posisi Moeldoko saat ini sudah sangat bagus, mantap di atas angin, jauh melebihi posisi AHY yang tidak berposisi. Jauh melebihi juga posisi SBY yang juga tak berposisi dan berlagak beroposisi, serta selalu merengek –tragisnya merengek secara terbuka lagi– ke Presiden Jokowi untuk minta posisi, minimal posisi bagi anak-anaknya yang masih bau kencur dalam pengalaman berpolitiknya.
Jika SBY pernah menjadi presiden, Moeldoko pernah menjadi Panglima TNI. Jika dahulu SBY berjaya dan pernah membawahi Moeldoko, sekarang sudah berbeda, SBY pengangguran sedangkan Moeldoko sekarang menjadi Kepala Staf Kepresidenan yang selain kesibukannya mendampingi Presiden Jokowi, tiap saat, tiap hari antri berjubel banyak orang dari Ketua-Ketua Parpol, Ketua-Ketua Ormas, Pengusaha sampai orang-orang kecil yang ingin bertemu dan diperhatikannya. Saya pikir orang yang super sibuk seperti Moeldoko ini, tidak akan sempat berpikir bagaimana merebut posisi Ketua Umum Partai, apalagi partai yang dalam PEMILU 2019 lalu nyaris menjadi partai gurem ! Justru fakta yang sesungguhnya terjadi, banyak tokoh-tokoh PD yang mendatangi Moeldoko dan memohonnya untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat melalui KLB, agar PD selamat dunia akhirat, dan tidak menjadi partai kawah candradimukanya kemaksiatan politik dengan teguhnya mempertahankan budaya politik transaksional yang merusak masa depan bangsa !.
Saya dan teman-teman sendiri entah mengapa, yang awalnya ingin mencegah Moeldoko agar tidak usah saja ambil bagian dari rencana penggantian Ketum PD ini karena PD akan jadi partai gurem, mendadak bersemangat untuk ikut mendorong Moeldoko menjadi Ketum PD. Mungkin, setelah saya pikir-pikir, daripada bangsa ini dijerumuskan oleh politisi ondel-ondel yang hanya bisa menjual tampangnya dengan ribuan baliho-balihonya yang tidak menginspirasi apa-apa selain memelihara brewok, saya pikir lebih baik diterimah saja tawaran dari para politisi Partai Demokrat yang sangat mengharapkan Moeldoko untuk menjadi Ketumnya. Siapa tau dengan suksesnya Moeldoko menjadi Ketum Partai Demokrat, satu masalah bangsa dan negara telah terselaikan, yakni lenyapnya Dinasty Politisi Ondel-Ondel yang ketika ia menguasai negara, banyak rakyat dibuat susah dan dipermalukannya.
Di masa kepemimpinan nasionalnya Politisi Ondel-Ondel itu, anak-anak sekolah yang miskin di pedalaman-pedalaman Papua berjalan puluhan kilo meter dan menyebrangi sungai besar tanpa perahu dengan tas kreseknya yang berisi baju dan sepatu untuk sampai ke sekolahannya, namun presidennya malah bermewah-mewahan, bagi-bagi mobil Toyota Camry Royal Saloon ke para menteri dan pimpinan lembaga-lembaga negara, juga bermewah-mewahan seperti yang tertampakkan saat pernikahan putra-putranya yang menggunakan fasilitas istana. Semua rakyat tau itu, betapa kontradiktifnya semua itu dengan pencitraannya. Beruntung setelah Jokowi menjadi Presiden, semuanya diselesaikannya, hingga anak-anak sekolah di pedalaman-pedalaman Papua sekarang sudah lumayan punya jalan aspal dan jembatan bagus-bagus, ada penerangan lampu-lampu listrik di rumah-rumahnya, dan harga BBM disamaratakan seperti di daerah atau provinsi lain-lainnya.
Saya pikir tugas kita bersama saat ini adalah membersihkan negara ini dari Politisi Ondel-Ondel, hingga bangsa ini dapat dengan mudah ditata. Dan itu salah satu caranya, adalah mengganti Ketum Parpol yang hanya bisa bersolek saja. Pasang baliho-baliho besar bergambar wajahnya dan hanya tercantum namanya saja tanpa pesan moral politik apa-apa. Itu kampanye partai apa iklan minyak jenggot? Namun tentu saja semua usaha menggantikan Ketum partai itu haruslah melalui proses-proses yang demokratis, diantaranya melalui KLB dan mempresentasikan pemikiran-pemikiran brilian untuk modernisasi Parpol yang bermanfaat bagi kemajuan bangsa dan negara di masa depan, siapa tau dengan cara seperti itu suara partai seperti Partai Demokrat itu kembali meroket, dan para pengurus serta kadernya menjadi tumpuan baru harapan rakyat yang mendambakan Parpol yang modern dan serius memperjuangkan aspirasinya. Allahu a’lam bishowab…(SHE).
Oleh : Saiful Huda Ems (SHE) Lawyer dan Pemerhati politik.